Setelah turun dan menurunkan ransel serta perlangkapan lainnya, kami duduk sebentar di pasar untuk memulihkan tenaga. Sehabis itu, aku mengajak teman-teman untuk Shalat Isya di Mesjid. Kemudian barulah kami melanjutkan perjalanan menuju kaki Gunung Merapi.
Aku tak akan mengulang-ngulang peristiwa yang telah diceritakan teman-temanku dalam versinya, namun, aku hanya akan menambah yang belum ada dan mengkoreksi jika berbeda"
Setelah sampai di Cadas, batas Vegetasi, aku memasak tahap kedua sambil berbaring disebelah perlengkapan kami. Tenda belum terpasang, karena niatnya kami disini hanya sebentar, mengingat Angin sangat tak bersahabat di cadas ini.
Andre dan Nopeng lebih dulu naik ke Puncak, niatnya hendak melihat -Sunrise. Awalnya aku sudah mengingatkan untuk pergi bareng-bareng setelah Aku serta Firman selesai masak dan makan. Tapi, Andre sepertinya sudah tak sabar ingin naik. Nopeng Akhirnya ikut bersama Andre saat itu. Setelah berembuk dan akhirnya Andre memutuskan pergi bersama Nopeng, Aku sempat mengingatkan berkali-kali pada mereka, jika tersesat ingat, patokannya "Tugu Abel".
Hampir satu jam lebih mereka belum juga turun, Akhirnya Iwan mengajakku naik untuk melihat -Telaga Warna, yang bisa dilihat dari dekat -Tugu 12. Sesampainya di Tugu Abel, kami lanjut ke Puncak Merpati, setelah itu kami menuju tugu 12 melihat Telaga yang di maksudkan Iwan. Setelah puas, kami balik ke Tugu Abel melalui Puncak Merpati, dan disaat itulah mulai turun Kabut dan kami menunggu di Tugu Abel cukup lama.
Sambil menunggu Andre dan Nopeng, kami selalu bertanya kepada orang-orang yang hendak turun, "Pak, ada lihat teman kami pak, dua orang, pakai celana pendek?" dan mereka menjawab "Ohh iya pak, masih ada di belakang" dan kami pun terus menunggu hingga orang terakhir,
"Pak, ada lihat teman kami dua orang pakai." celana pendek pak?"
"Wah, gak ada pak, mungkin bapak yang terakhir"
Mendengar itu, aku dan wawan sempat ingin menyusul berputar di puncak, namun tiba-tiba saja kabut semakin Gelap dan lebat. Sambil berdiri di Tugu Abel, Firman menyusul kami dari bawah, dan aku menginstruksikannya untuk balik ke bawah dan memasang tenda. Kamipun turun kebawah karena kabut semakin tebal dan di sambut dengan gerimis.
Setelah dibawah dan memasang tenda, kami berniat naik ke atas bersama Iwan.
"Man, kau jaga tenda dan barang-barang ya, kami mau naik lagi mencari Andre dan Nopeng. Jaga disini, supaya kalau mereka turun terlihat"
Aku sengaja menyuruh Firman memasang tenda tepat disebelah jalan, agar terlihat jika Andre dan Nopeng turun. Setelah berjalan dan hendak naik, Aku melihat ada sepasang pendaki mendirikan tenda, sambil berbasa-basi akhirnya kami berkenalan dan menceritakan tujuan kami kembali naik. Ternyata, pendaki itu termasuk pendaki senior yang sudah berpengalaman dengan medan Merapi. Kami memanggilnya bang Feri.
"Ncu, Wan, nih makan dulu, ini ada kopi, untuk penghangat badan." bang Feri menawarkan kami untuk mengisi perut yang sudah mulai lapar.
"Jadi, gimana bang kira-kira teman kami yang masih diatas, udah hampir tiga jam bang, mereka belum turun juga..." kami meminta saran bang Feri saat itu.
Sebenarnya dalam kondisi seperti itupun kami masih berniat dan bertekat untuk menyusul Andre dan Nopeng ke atas, namun karena bang Feri melarang dengan Alasan bisa membahayakan kami jika naik dengan cuaca seperti ini, kami pun menunggu di tenda bang Feri sambil berharap Andre dan Nopeng turun.
Kabut tak juga hilang, gerimis dan Angin semakin kencang, Akhirnya kami permisi dengan bang Feri untuk kembali ke tenda. Bang Feri saat itu juga bersedia membantu kami mencari Andre dan Nopeng jika kondisi cuaca sudah memungkinkan. Setelah sampai di lokasi tenda, kami kaget karena tenda dan Firman sudah tak ada,
"Loh, Wan, tenda kita dimana???!"
"Firman juga gak ada!!!"
Rupanya Firman memindahkan tenda didekat batu agar tertahan Angin, namun lokasinya jadi semakin jauh dengan jalan, sehingga hilir mudik pendaki yang naik turun tidak terlihat.
Kami sempat memarahi Firman saat itu, karena memindahkan tenda tersebut, sehingga kemungkinan Andre dan Nopeng sudah turun tanpa pemantauannya.
"Hey man! kenapa tendanya dipindahkan?!!!"
"Kita kan gak tau mereka udah turun apa enggak!"
Sambil menunggu, akhirnya kami berniat untuk turun esok pagi, sebelum sebenarnya malam ini rencananya mau turun, namun karena kondisi fisik sudah menurun dan logistik sudah tak ada, kamipun akhirnya turun pagi-pagi sekali setelah berpamitan dengan bang Feri.
"Bang Feri, kita pamit kebawah duluan ya bang? siapa tahu temen kami sudah menunggu dibawah"
"Oke lah, kalian hati-hati ya" jawab bang Feri pada kami sambil memberi semangat.
Kami berjalan cukup cepat, karena cepatnya kami pun sampai dibawah hanya membutuhkan waktu 2 jam.
Sampai di Pesanggrahan, Posko pertama tempat kami mendaftar pertama, kami melihat tak ada satupun penjaga posko saat itu. Namun, kami melihat ada buku register pendaki yang terletak di atas pintu. Kami melihat Nama "Andre" dan "Nofiandi" sudah keadaan tercoret, itu tandanya mereka sudah turun. Namun, bukan hanya nama Andre yang di coret saat itu, bahkan namaku, Iwan dan Firman juga ikut dicoret.
Akhirnya kami membuat pengaduan di Kantor Polisi, karena kami merasa dikibulin atas peristiwa ini, karena mengapa nama kami sudah di coret padahal kami baru turun. Namun pengaduan kami tidak diterima, karena mereka memiliki bukti buku register yang membuktikan orang-orang yang ada dibuku tersebut memang sudah turun. Tapi, sebelumnya kami masih berfikir positif saat itu. Kami berfikir bahwa Andre dan Nopeng bener-bener turun lebih dulu dan melihat acara di MALIBO. Akhirnya pengaduan di batalkan.
Akhirnya kamipun kembali ke Padang dan beristirahat di rumah masing-masing. Ketika sepupu Andre pemilik Sound system pulang, aku langsung bertanya "Hei, sudah pulang? Andre mana?"
Mereka heran ketika aku berkata seperti itu, sambil mengkerutkan dahi, mereka bertanya kembali padaku "Loh, bukannya Andre pergi bareng kalian?! karena dari kemaren Andre gak ada terlihat"
Mendengar itu darahku langsung "Ssserrrrr" badanku langsung lemas, memikirkan bahwa mereka kemungkinan besar -HILANG dan mungkin TERSESAT.
Langsung saja aku menuju rumah mereka masing-masing, ternyata memang belum pulang. Akhirnya kami kembali ke Merapi dan melapor kepada Anggota SEKBER.
Setelah menerima laporan itu, sekber akhirnya membentuk tim SRU, siapa yang memiliki kriteria tertentu, maka langsung dimasukkan sebagai SRU. Sementara kami, tak boleh kemana-mana, selama pencarian dilakukan oleh tim SAR.
Hari pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat, kami pihak keluarga, teman Andre dan Nopeng hanya di persilahkan duduk saja. Tak boleh ikut naik.
Namun hasil dari hari pertama, kedua, ketiga dan keempat, tidak menunjukkan hasil apa-apa. Hingga SAR menginformasikan status mereka yang hilang saat itu adalah mayat saja.
Dihari pertama, ada Bapak-bapak tetanggaku mengajak untuk naik ke Merapi tanpa sepengetahuan tim SAR. Aku yakin padanya, karena dulunya Bapak itu seorang Mantan Pendaki yang sudah Senior, sebut saja namanya Pak -Zul. Namun, mengetahui niat kami dan sebagian keluarga yang akan ikut mencari, pihak SAR mengencam, "Jika Pihak Keluarga Naik, maka seluruh tim SAR akan Turun..." sehingga membuat kami mengurungkan niat sampai hari hari berikutnya.
"Kita hanya menunggu mayatnya saja lagi" kata beberapa orang teman dan keluarga lainnya.
Mendengar tim SRU dan SAR berbicara seperti itu, sungguh membuat remuk dan hancur hati ini, terasa tak percaya, tak yakin, tak mungkin mereka begitu cepat di panggil Yang Maha Kuasa. Aku berdoa dalam hati,
"Ya Allah, Aku Mohon ya Allah, beri kesempatan pada saudaraku Andre dan Nopeng, beri mereka kekuatan, tunjukkan jalanmu ya Allah, agar mereka bisa menemukan arah pulang...."
Sambil tertunduk menangis menahan perih, akhirnya aku harus siap menerima kenyataan bahwa mereka sudah tak ada. Tiba-tiba, aku didatangi oleh senior sesama pendaki, namanya bang Aling, dari kesemua orang yang ada di Merapi, hanya bang Aling lah satu-satunya orang yang masih percaya Andre dan Nopeng masih hidup. Beliau mendatangi ku dan berbicara tak begitu banyak, namun sungguh mengobati rasa perih yang baru saja terjadi.
"Ncu, Andre dan Nopeng satu Angkatan kan waktu pendidikan di Kopala dulu?"
"Abang masih yakin ncu, mereka berdua pasti -Masih Hidup, kita tunggu aja kabar baik beberapa hari mendatang"
Kalimatnya yang menyatakan "Mereka Masih Hidup" merupakan -Magic Words yang luar biasa, sungguh membuat semangatku bangkit lagi, aku juga sebenarnya sangat yakin mereka masih hidup, karena aku tau siapa mereka, terutama Nopeng, akulah saksi hidup kegigihannya semasa kecil dulu.
Hari kelima dan keenam, kaki merapi semakin penuh, full, tumpah menjadi lautan manusia. Ibu Guru kami juga ikut serta dalam menunggu "Jasad" Andre dan Nopeng, yang katanya sudah meninggal. Hampir seluruh teman-teman Sekolah juga banyak yang hadir saat itu. Sungguh wajar hal tersebut mereka katakan, karena sejujurnya bagi kaum awam, jika hanya memiliki ketrampilan pas-pasan dan semangat yang pas-pasan pula, paling lama bisa bertahan tersesat di Merapi maksimal 4 hari. Itu sebabnya SAR berani mengambil kesimpulan bahwa mereka di nyatakan sudah Mati. Namun, ada yang mereka lupa saat itu, bahwa "MEREKA" berdua bukanlah orang biasa seperti yang mereka ketahui, mereka adalah "Para Penakluk Air Terjun Tujuh Tingkat Badorai" dan aku sungguh sangat yakin mereka bisa melalui ujian ini.
Namun, ada satu yang membuat aku kecewa saat itu, pada hari pertama, kedua, ketiga dan keempat, kami tak satupun diperbolehkan ikut naik dan mencari. Ketika Andre dan Nopeng telah dinyatakan Mati, barulah mereka mengizinkan kami untuk ikut mencari.
"Sungguh terlalu! untuk apa lagi naik kalau sudah hari keempat! kenapa gak dari hari-hari pertama saja...!"
Sungguh aku sangat kecewa saat itu. Sempat terfikir dan ada beberapa senior yang ingin tetap mengajak naik pada hari keempat itu, namun karena kondisi ku sudah drop, dan orang tua juga melarang, akhirnya kami tetap menunggu. Bagaimana tidak drop, satu harian aku harus bolak-balik di tanya-tanya, wawancarai, oleh beberapa wartawan yang tak bosan-bosannya menanya hal yang itu-itu juga. Dari wartawan surat kabar, sampai media elektronik, semua menodong dan mengejar-ngejar aku di pintu tenda. "Aku jadi artis saat itu, super sibuk".
Sampai di Hari terakhir pencarian, Sabut pagi, kami menerima informasi dari pihak keluarga di Padang bahwa ada orang yang menelpon, mengatakan "Orang yang Hilang seminggu di Merapi masih hidup dan sudah ditemukan". Mendengar itu, kami langsung melakukan klarifikasi dengan Posko terkait, ternyata memang benar, informasi itu memang benar-benar terbukti bahwa kedua teman ku itu masih hidup.
Kabarnya, Nopeng yang saat itu lagi di gendong oleh warga, melihat ada sepasang kekasih lagi pacaran di dekat air terjun Badorai, ia meminta kertas dan pena orang yang menolongnya dan memberikan nomor HP keluarga di padang pada sepasang kekasih tersebut,
"Dek, uda minta tolong, telp orang yang ada di nomor ini, katakan pada mereka bahwa orang yang hilang seminggu di Merapi masih hidup dan sudah ditemukan"
Sepasang kekasih itu yang awalnya takut, langsung berlari melakukan yang diinstruksikan Nopeng. Dan terbukti, kita menerima info pertama dari keluarga di Padang, barulah kita melakukan klarifikasi ke Posko setempat.
(*)
“Tuhan, Terima Kasih Atas Kesempatan yang masih Kau Berikan”Salam kenal, saya Irwan Utama, biasanya para gerombolan pendaki yang ada dikisah ini memanggil saya Iwan atau Wawan. Saya ada dikisah ini, walau berada pada urutan level kisah yang tidak begitu bagus, versi saya mungkin bisa melengkapi apa yang telah diceritakan -Uncu sebelumnya.
Sabtu, 9 Juni 2001 Adalah sebuah kisah, dimana kami memulai sesuatu perjalanan hidup yang cukup menegangkan, bahkan hampir merenggut nyawa dua orang temanku, Andre dan Nopeng.
Aku dikenal pendiam, tak seperti Andre yang terkenal -Playboy di Sekolah, atau tak seperti Nopeng yang terkenal sebagai Urutan kedua orang yang paling disegani bahkan ditakuti di sekolah. Urutan pertamanya jelas masih ada saat itu, namun setelah Tamat, Nopeng memegang penuh kekuasaan di Sekolah.
Semua murid, dari kelas 1 sampai kelas 3, pasti kenal dengan Artis yang berdua ini. Satu Raja Wanita dan Satunya Raja Tega. Bagaimana tidak? setiap hari mereka selalu memalak kelas lain dengan alasan untuk sumbangan pertandingan bola Antar Sekolah, padahal Nopeng sendiri tak pandai bermain bola.
Seluruh anak murid pasti pernah dimintai uang oleh mereka, termasuk korban yang sangat-sangat sadis diperlakukan, -Firman, korban mereka berdua, walau uang di saku tersisa -lima ratus rupiah- tetap di rogoh oleh mereka lalu diambil untuk sumbangan, dan lagi-lagi sumbangan pertandingan bola. Alasan yang kurang relevan.
Aku mengenal Yopri (Uncu), Nopeng, Andre dan Firman sejak kelas 1 SMA, Namun kami lebih akrab dan menjadi pendekar yang tak terpisahkan ketika kelas 2 SMA, waktu itu kami kebetulan tergabung dalam SISPALA di sekolah.
Kami tergabung, belajar, merintis dan membangun SISPALA secara bersama-sama. Saat itu Anggotanya masih terbilang sedikit, hanya 30 orang saja. Karena, banyak yang berasumsi SISPALA itu terlalu berlebihan, latihannya keras, seperti tentara. Merangkak dilumpur, menyusuri sungai, dilepas dihutan dengan bermodal garam, dlsb. Namun, disinilah jiwa-jiwa tangguh kami dibentuk, rasa persaudaraan kami menjadi lebih kuat. Jauh berbeda sebelum kami hanya menjadi Anggota biasa, setelah kami mengikuti pelatihan khusus, kami menjadi bajingan-bajingan yang beruntung saat itu. "Setidaknya, walau kami belum bisa bermanfaat untuk orang banyak, tapi kami sudah bisa bermanfaat untuk diri kami sendiri."
Saat kami memegang SISPALA seutuhnya, kami berencana mengadakan pembekalan untuk anggota-anggota baru, dan rencananya kami akan mengadakannya di -Gunung Merapi Sumatera Barat. Namun, karena belum pernah kesana, kami memutuskan untuk mendaki lebih dulu, seminggu sebelum acara pembekalan dimulai.
Dalam perjalanan, dari kaki Merapi, Pesanggrahan, Parak Batuang, dan Tiba di Cadas -Batas Vegetasi, kesemua kejadian sudah pernah diceritakan oleh keempat temanku, sehingga, aku hanya melengkapi sedikit atau banyaknya yang mungkin terlewatkan. Mengingat aku tak begitu memiliki kisah epik dalam lembaran ini, tapi aku mencoba lebih mendetailkan secara umumnya saja.
Sesungguhnya, jika aku jadi ke puncak bersama Andre dan Nopeng, aku juga bakal memiliki kisah yang sama heroiknya. Karena, awal mulanya Aku yang berencana ke puncak bersama Andre, bukan Nopeng. Karena, saat itu orang yang sudah kelar mengisi perut cuma kami berdua, ketika Firman hendak makan pada trip pertama, Nopeng langsung menerobos tanpa Antrian. Pada saat inilah terjadi konflik saling tolak menolak mengambil air, dan akhirnya Aku dan Firman dan ditunjuk Uncu untuk mengambilnya.
Nopeng yang masih makan, terlihat tergesa-gesa lantaran melihat Andre yang sudah sibuk mengisi Ekstra Jos kedalam botol air minum. Akhirnya, begitu Andre sudah berjalan, Nopeng berlari menyusulnya. Aku dan Firman terpaksa harus turun sedikit mencari sungai untuk mengisi logistik air yang sudah menipis.
Sambil berbincang-bincang dengan Firman, akhirnya kami tiba dibibir sungai yang sangat jernih. Aku langsung turun dan mencuci muka, kucoba meminum airnya secara langsung, "Wussshhh" sejuk, nikmat dan sangat membantu mengurangi penatku berjalan selama beberapa jam dari semalam. Setelah Galon air terisi penuh, kami kembali ke Camp dan beristirahat seraya makan dan minum kopi di pagi yang cerah di Batas Vegetasi.
Ketika usai, aku berencana mengajak Uncu untuk naik, saat itu kami berniat untuk melihat -Telaga Warna yang ada di dekat Tugu 12. Tak ada terlintas untuk menaruh prasangka aneh terhadap teman-teman kami yang setelah diketahui beberapa jam kemudian telah hilang. Setibanya kami di Tugu Abel, kemungkinan besar Andre dan Nopeng berada di Pinggir tebing dekat lapangan. Ketika kami menuju puncak Merpati, dimungkinkan Andre dan Nopeng berada di Ladang Edelweis. Setelah itu kami lanjut ke Tugu 12 untuk melihat Telaga Warna. Saat tampak Kabut mulai muncul dari kejauhan, kami berjalan bersama Uncu menuju Puncak merpati, dan kami yakin saat itu Andre dan Nopeng masih berada di Ladang Edelweis. Setelah tampak kabut benar-benar berjalan seolah mengejar kami, kami berjalan secepatnya menuju Tugu Abel dan menunggu cukup lama disana. Menurut persamaan waktu, ketika kami menunggu di Tugu Abel, Andre dan Nopeng masih terlihat oleh beberapa pendaki yang lewat. Namun, karena mereka panik dan berputar-putar arah akhirnya mereka kembali di Tugu 12. Mereka tak bisa kembali ke Tugu Abel karena Jalan tertutup kabut, sehingga saat itu kondisi view yang benar-benar terbebas dari kabut tebal adalah TUGU 12. Disinilah awal mula mereka memutuskan untuk turun, karena menurut keterangan mereka berdua, jalan itu mirip dengan jalan turun ke cadas.
(*)
Berjam-jam kami menunggu, mereka tak juga kembali, sampai kami berprasangka bahwa mereka sudah turun dari tadi, namun tak terlihat.
"Mungkin mereka sudan turun, melihat acara di MALIBO"
Akhirnya kami turun dan mendirikan tenda, namun perasaan sudah mulai was-was, hingga akhirnya kami memutuskan untuk kembali kepuncak, dalam perjalanan inilah kami bertemu dengan bang Feri.
Setelah berdiskusi dengan bang Feri, Akhirnya kami tak jadi naik, lantaran kabut semakin gelap, dan hujan mulai turun. Kami kembali ke tenda dan tenda berhasil dipindahkan oleh Firman. Uncu marah besar saat itu, tapi aku kasihan juga melihat Firman dengan wajah tak berdosa.
Paginya kami turun ke pesanggrahan, niat ingin melapor, tapi pos penjagaan kosong. Berniat ingin lancang melihat buku register yang tertinggal, kami kaget karena Nama Andre dan Nopeng telah terbukti dinyatakan turun. Hal ini dibuktikan dengan -dicoretnya nama mereka dari daftar pendaki.
"Wah, mereka benar-benar sudah turun dari kemaren berarti ncu..."
"Oke, man, wan, kita lapor ke posko bawah dulu..." sambut uncu yang terlihat mulai panik.
Melihat kondisi itu, kami tak langsung senang. Justeru kami malah bingung, "mengapa nama kami dicoret juga?". Saat itu juga kami melapor ke Kantor Polisi setempat, dan laporan kami dibatalkan lantaran bukti buku register menyatakan bahwa Andre dan Nopeng sudah pulang hari kemaren.
Akhirnya, kami pulang ke Padang, istirahat sambil menunggu Acara MALIBO selesai. Setelah mereka pulang ternyata Andre dan Nopeng tak ada disana. Kami langsung ke rumah Andre dan Nopeng, saat itu Ibu Nopeng bilang mereka belum ada pulang. Dan saat itu juga kami kembali ke Merapi untuk melaporkan kejadian ini ke Sekretariat Bersama (SEKBER).
Orang tua Andre dan Nopeng belum tahu mereka hilang, sehingga kami meminta bantuan senior yang memiliki komunikasi bagus untuk berbicara pada orang tua mereka. Mendengar anaknya hilang, orang tua mereka langsung nangis histeris, aku tak tega melihatnya. Sungguh sangat pilu suasana saat itu.
Bersambung
Hari pertama, kedua, dan ketiga pencarian Andre dan Nopeng, kami masih menunggu kabar di posko tim SAR. Pada saat itu aku dimintai keterangan oleh seseorang yang berpakaian biasa dengan pengakuan seorang TNI. Saat aku ikut, aku dibawa ke Runang kosong korem di Padang Panjang. Sehari sesudah setiap kali di tanya-tanya oleh Polisi. Aku diinterogasi dan menceritakan kronologis awal sebelum hilangnya Andre dan Nopeng. Dan cerita yang kusampaikan itu-itu saja tanpa ada dikurang ataupun ditambah. Setelah itu mereka mengantarku kembali ke Posko SAR di kaki Merapi.
Setelah pencarian hari ke Empat, kami mendapat kabar bahwa Andre dan Nopeng tak mungkin selamat. Kami yang mendengar informasi itu, langsung terduduk tak bertenaga. Lemas seluruh tubuh yang kami topang. Namun, karena ada sedikit kata-kata penyemangat dari bang - Aling, kamipun kembali berfikiran positif, bahwa "Dua Berandal itu pasti Selamat".
Semua tak terlepas dari izin Allah SWT, di hari Sabtu pagi menjelang siang mereka diinformasikan bahwa ada yang menelepon, keluarga dari Padang yang menyatakan mereka masih hidup dan dalam keadaan selamat. Mendengar info itu, Posko kami melakukan konfirmasi ke Posko setempat yang membenarkan informasi dari mereka.
Akhirnya mereka segera dilarikan ke RS Bukittinggi, dan saat itu kami berselisih dengan mobil Ambulance yang membawa Andre dan Nopeng. Uncu dan Firman langsung menyusul dengan pihak keluarga, sementara aku, naik bersama rombongan SMA 7. Tapi sungguh malang, Mobil yang aku kira akan bertujuan ke RS Bukittinggi tempat Andre dan Nopeng dibawa, justeru belok ke arah kiri menuju Padang. "Aduuhh, aku salah naik kendaraan...,sial!"
Tapi, aku sudah bisa tersenyum bahagia karena kedua temanku Andre dan Nopeng berhasil selamat dari cengkraman maut.
(*)
"Thanks to Allah SWT"
Aku tak akan mengulang-ngulang peristiwa yang telah diceritakan teman-temanku dalam versinya, namun, aku hanya akan menambah yang belum ada dan mengkoreksi jika berbeda"
Setelah sampai di Cadas, batas Vegetasi, aku memasak tahap kedua sambil berbaring disebelah perlengkapan kami. Tenda belum terpasang, karena niatnya kami disini hanya sebentar, mengingat Angin sangat tak bersahabat di cadas ini.
Andre dan Nopeng lebih dulu naik ke Puncak, niatnya hendak melihat -Sunrise. Awalnya aku sudah mengingatkan untuk pergi bareng-bareng setelah Aku serta Firman selesai masak dan makan. Tapi, Andre sepertinya sudah tak sabar ingin naik. Nopeng Akhirnya ikut bersama Andre saat itu. Setelah berembuk dan akhirnya Andre memutuskan pergi bersama Nopeng, Aku sempat mengingatkan berkali-kali pada mereka, jika tersesat ingat, patokannya "Tugu Abel".
Hampir satu jam lebih mereka belum juga turun, Akhirnya Iwan mengajakku naik untuk melihat -Telaga Warna, yang bisa dilihat dari dekat -Tugu 12. Sesampainya di Tugu Abel, kami lanjut ke Puncak Merpati, setelah itu kami menuju tugu 12 melihat Telaga yang di maksudkan Iwan. Setelah puas, kami balik ke Tugu Abel melalui Puncak Merpati, dan disaat itulah mulai turun Kabut dan kami menunggu di Tugu Abel cukup lama.
Sambil menunggu Andre dan Nopeng, kami selalu bertanya kepada orang-orang yang hendak turun, "Pak, ada lihat teman kami pak, dua orang, pakai celana pendek?" dan mereka menjawab "Ohh iya pak, masih ada di belakang" dan kami pun terus menunggu hingga orang terakhir,
"Pak, ada lihat teman kami dua orang pakai." celana pendek pak?"
"Wah, gak ada pak, mungkin bapak yang terakhir"
Mendengar itu, aku dan wawan sempat ingin menyusul berputar di puncak, namun tiba-tiba saja kabut semakin Gelap dan lebat. Sambil berdiri di Tugu Abel, Firman menyusul kami dari bawah, dan aku menginstruksikannya untuk balik ke bawah dan memasang tenda. Kamipun turun kebawah karena kabut semakin tebal dan di sambut dengan gerimis.
Setelah dibawah dan memasang tenda, kami berniat naik ke atas bersama Iwan.
"Man, kau jaga tenda dan barang-barang ya, kami mau naik lagi mencari Andre dan Nopeng. Jaga disini, supaya kalau mereka turun terlihat"
Aku sengaja menyuruh Firman memasang tenda tepat disebelah jalan, agar terlihat jika Andre dan Nopeng turun. Setelah berjalan dan hendak naik, Aku melihat ada sepasang pendaki mendirikan tenda, sambil berbasa-basi akhirnya kami berkenalan dan menceritakan tujuan kami kembali naik. Ternyata, pendaki itu termasuk pendaki senior yang sudah berpengalaman dengan medan Merapi. Kami memanggilnya bang Feri.
"Ncu, Wan, nih makan dulu, ini ada kopi, untuk penghangat badan." bang Feri menawarkan kami untuk mengisi perut yang sudah mulai lapar.
"Jadi, gimana bang kira-kira teman kami yang masih diatas, udah hampir tiga jam bang, mereka belum turun juga..." kami meminta saran bang Feri saat itu.
Sebenarnya dalam kondisi seperti itupun kami masih berniat dan bertekat untuk menyusul Andre dan Nopeng ke atas, namun karena bang Feri melarang dengan Alasan bisa membahayakan kami jika naik dengan cuaca seperti ini, kami pun menunggu di tenda bang Feri sambil berharap Andre dan Nopeng turun.
Kabut tak juga hilang, gerimis dan Angin semakin kencang, Akhirnya kami permisi dengan bang Feri untuk kembali ke tenda. Bang Feri saat itu juga bersedia membantu kami mencari Andre dan Nopeng jika kondisi cuaca sudah memungkinkan. Setelah sampai di lokasi tenda, kami kaget karena tenda dan Firman sudah tak ada,
"Loh, Wan, tenda kita dimana???!"
"Firman juga gak ada!!!"
Rupanya Firman memindahkan tenda didekat batu agar tertahan Angin, namun lokasinya jadi semakin jauh dengan jalan, sehingga hilir mudik pendaki yang naik turun tidak terlihat.
Kami sempat memarahi Firman saat itu, karena memindahkan tenda tersebut, sehingga kemungkinan Andre dan Nopeng sudah turun tanpa pemantauannya.
"Hey man! kenapa tendanya dipindahkan?!!!"
"Kita kan gak tau mereka udah turun apa enggak!"
Sambil menunggu, akhirnya kami berniat untuk turun esok pagi, sebelum sebenarnya malam ini rencananya mau turun, namun karena kondisi fisik sudah menurun dan logistik sudah tak ada, kamipun akhirnya turun pagi-pagi sekali setelah berpamitan dengan bang Feri.
"Bang Feri, kita pamit kebawah duluan ya bang? siapa tahu temen kami sudah menunggu dibawah"
"Oke lah, kalian hati-hati ya" jawab bang Feri pada kami sambil memberi semangat.
Kami berjalan cukup cepat, karena cepatnya kami pun sampai dibawah hanya membutuhkan waktu 2 jam.
Sampai di Pesanggrahan, Posko pertama tempat kami mendaftar pertama, kami melihat tak ada satupun penjaga posko saat itu. Namun, kami melihat ada buku register pendaki yang terletak di atas pintu. Kami melihat Nama "Andre" dan "Nofiandi" sudah keadaan tercoret, itu tandanya mereka sudah turun. Namun, bukan hanya nama Andre yang di coret saat itu, bahkan namaku, Iwan dan Firman juga ikut dicoret.
Akhirnya kami membuat pengaduan di Kantor Polisi, karena kami merasa dikibulin atas peristiwa ini, karena mengapa nama kami sudah di coret padahal kami baru turun. Namun pengaduan kami tidak diterima, karena mereka memiliki bukti buku register yang membuktikan orang-orang yang ada dibuku tersebut memang sudah turun. Tapi, sebelumnya kami masih berfikir positif saat itu. Kami berfikir bahwa Andre dan Nopeng bener-bener turun lebih dulu dan melihat acara di MALIBO. Akhirnya pengaduan di batalkan.
Akhirnya kamipun kembali ke Padang dan beristirahat di rumah masing-masing. Ketika sepupu Andre pemilik Sound system pulang, aku langsung bertanya "Hei, sudah pulang? Andre mana?"
Mereka heran ketika aku berkata seperti itu, sambil mengkerutkan dahi, mereka bertanya kembali padaku "Loh, bukannya Andre pergi bareng kalian?! karena dari kemaren Andre gak ada terlihat"
Mendengar itu darahku langsung "Ssserrrrr" badanku langsung lemas, memikirkan bahwa mereka kemungkinan besar -HILANG dan mungkin TERSESAT.
Langsung saja aku menuju rumah mereka masing-masing, ternyata memang belum pulang. Akhirnya kami kembali ke Merapi dan melapor kepada Anggota SEKBER.
Setelah menerima laporan itu, sekber akhirnya membentuk tim SRU, siapa yang memiliki kriteria tertentu, maka langsung dimasukkan sebagai SRU. Sementara kami, tak boleh kemana-mana, selama pencarian dilakukan oleh tim SAR.
Hari pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat, kami pihak keluarga, teman Andre dan Nopeng hanya di persilahkan duduk saja. Tak boleh ikut naik.
Namun hasil dari hari pertama, kedua, ketiga dan keempat, tidak menunjukkan hasil apa-apa. Hingga SAR menginformasikan status mereka yang hilang saat itu adalah mayat saja.
Dihari pertama, ada Bapak-bapak tetanggaku mengajak untuk naik ke Merapi tanpa sepengetahuan tim SAR. Aku yakin padanya, karena dulunya Bapak itu seorang Mantan Pendaki yang sudah Senior, sebut saja namanya Pak -Zul. Namun, mengetahui niat kami dan sebagian keluarga yang akan ikut mencari, pihak SAR mengencam, "Jika Pihak Keluarga Naik, maka seluruh tim SAR akan Turun..." sehingga membuat kami mengurungkan niat sampai hari hari berikutnya.
"Kita hanya menunggu mayatnya saja lagi" kata beberapa orang teman dan keluarga lainnya.
Mendengar tim SRU dan SAR berbicara seperti itu, sungguh membuat remuk dan hancur hati ini, terasa tak percaya, tak yakin, tak mungkin mereka begitu cepat di panggil Yang Maha Kuasa. Aku berdoa dalam hati,
"Ya Allah, Aku Mohon ya Allah, beri kesempatan pada saudaraku Andre dan Nopeng, beri mereka kekuatan, tunjukkan jalanmu ya Allah, agar mereka bisa menemukan arah pulang...."
Sambil tertunduk menangis menahan perih, akhirnya aku harus siap menerima kenyataan bahwa mereka sudah tak ada. Tiba-tiba, aku didatangi oleh senior sesama pendaki, namanya bang Aling, dari kesemua orang yang ada di Merapi, hanya bang Aling lah satu-satunya orang yang masih percaya Andre dan Nopeng masih hidup. Beliau mendatangi ku dan berbicara tak begitu banyak, namun sungguh mengobati rasa perih yang baru saja terjadi.
"Ncu, Andre dan Nopeng satu Angkatan kan waktu pendidikan di Kopala dulu?"
"Abang masih yakin ncu, mereka berdua pasti -Masih Hidup, kita tunggu aja kabar baik beberapa hari mendatang"
Kalimatnya yang menyatakan "Mereka Masih Hidup" merupakan -Magic Words yang luar biasa, sungguh membuat semangatku bangkit lagi, aku juga sebenarnya sangat yakin mereka masih hidup, karena aku tau siapa mereka, terutama Nopeng, akulah saksi hidup kegigihannya semasa kecil dulu.
Hari kelima dan keenam, kaki merapi semakin penuh, full, tumpah menjadi lautan manusia. Ibu Guru kami juga ikut serta dalam menunggu "Jasad" Andre dan Nopeng, yang katanya sudah meninggal. Hampir seluruh teman-teman Sekolah juga banyak yang hadir saat itu. Sungguh wajar hal tersebut mereka katakan, karena sejujurnya bagi kaum awam, jika hanya memiliki ketrampilan pas-pasan dan semangat yang pas-pasan pula, paling lama bisa bertahan tersesat di Merapi maksimal 4 hari. Itu sebabnya SAR berani mengambil kesimpulan bahwa mereka di nyatakan sudah Mati. Namun, ada yang mereka lupa saat itu, bahwa "MEREKA" berdua bukanlah orang biasa seperti yang mereka ketahui, mereka adalah "Para Penakluk Air Terjun Tujuh Tingkat Badorai" dan aku sungguh sangat yakin mereka bisa melalui ujian ini.
Namun, ada satu yang membuat aku kecewa saat itu, pada hari pertama, kedua, ketiga dan keempat, kami tak satupun diperbolehkan ikut naik dan mencari. Ketika Andre dan Nopeng telah dinyatakan Mati, barulah mereka mengizinkan kami untuk ikut mencari.
"Sungguh terlalu! untuk apa lagi naik kalau sudah hari keempat! kenapa gak dari hari-hari pertama saja...!"
Sungguh aku sangat kecewa saat itu. Sempat terfikir dan ada beberapa senior yang ingin tetap mengajak naik pada hari keempat itu, namun karena kondisi ku sudah drop, dan orang tua juga melarang, akhirnya kami tetap menunggu. Bagaimana tidak drop, satu harian aku harus bolak-balik di tanya-tanya, wawancarai, oleh beberapa wartawan yang tak bosan-bosannya menanya hal yang itu-itu juga. Dari wartawan surat kabar, sampai media elektronik, semua menodong dan mengejar-ngejar aku di pintu tenda. "Aku jadi artis saat itu, super sibuk".
Sampai di Hari terakhir pencarian, Sabut pagi, kami menerima informasi dari pihak keluarga di Padang bahwa ada orang yang menelpon, mengatakan "Orang yang Hilang seminggu di Merapi masih hidup dan sudah ditemukan". Mendengar itu, kami langsung melakukan klarifikasi dengan Posko terkait, ternyata memang benar, informasi itu memang benar-benar terbukti bahwa kedua teman ku itu masih hidup.
Kabarnya, Nopeng yang saat itu lagi di gendong oleh warga, melihat ada sepasang kekasih lagi pacaran di dekat air terjun Badorai, ia meminta kertas dan pena orang yang menolongnya dan memberikan nomor HP keluarga di padang pada sepasang kekasih tersebut,
"Dek, uda minta tolong, telp orang yang ada di nomor ini, katakan pada mereka bahwa orang yang hilang seminggu di Merapi masih hidup dan sudah ditemukan"
Sepasang kekasih itu yang awalnya takut, langsung berlari melakukan yang diinstruksikan Nopeng. Dan terbukti, kita menerima info pertama dari keluarga di Padang, barulah kita melakukan klarifikasi ke Posko setempat.
(*)
“Tuhan, Terima Kasih Atas Kesempatan yang masih Kau Berikan”Salam kenal, saya Irwan Utama, biasanya para gerombolan pendaki yang ada dikisah ini memanggil saya Iwan atau Wawan. Saya ada dikisah ini, walau berada pada urutan level kisah yang tidak begitu bagus, versi saya mungkin bisa melengkapi apa yang telah diceritakan -Uncu sebelumnya.
Sabtu, 9 Juni 2001 Adalah sebuah kisah, dimana kami memulai sesuatu perjalanan hidup yang cukup menegangkan, bahkan hampir merenggut nyawa dua orang temanku, Andre dan Nopeng.
Aku dikenal pendiam, tak seperti Andre yang terkenal -Playboy di Sekolah, atau tak seperti Nopeng yang terkenal sebagai Urutan kedua orang yang paling disegani bahkan ditakuti di sekolah. Urutan pertamanya jelas masih ada saat itu, namun setelah Tamat, Nopeng memegang penuh kekuasaan di Sekolah.
Semua murid, dari kelas 1 sampai kelas 3, pasti kenal dengan Artis yang berdua ini. Satu Raja Wanita dan Satunya Raja Tega. Bagaimana tidak? setiap hari mereka selalu memalak kelas lain dengan alasan untuk sumbangan pertandingan bola Antar Sekolah, padahal Nopeng sendiri tak pandai bermain bola.
Seluruh anak murid pasti pernah dimintai uang oleh mereka, termasuk korban yang sangat-sangat sadis diperlakukan, -Firman, korban mereka berdua, walau uang di saku tersisa -lima ratus rupiah- tetap di rogoh oleh mereka lalu diambil untuk sumbangan, dan lagi-lagi sumbangan pertandingan bola. Alasan yang kurang relevan.
Aku mengenal Yopri (Uncu), Nopeng, Andre dan Firman sejak kelas 1 SMA, Namun kami lebih akrab dan menjadi pendekar yang tak terpisahkan ketika kelas 2 SMA, waktu itu kami kebetulan tergabung dalam SISPALA di sekolah.
Kami tergabung, belajar, merintis dan membangun SISPALA secara bersama-sama. Saat itu Anggotanya masih terbilang sedikit, hanya 30 orang saja. Karena, banyak yang berasumsi SISPALA itu terlalu berlebihan, latihannya keras, seperti tentara. Merangkak dilumpur, menyusuri sungai, dilepas dihutan dengan bermodal garam, dlsb. Namun, disinilah jiwa-jiwa tangguh kami dibentuk, rasa persaudaraan kami menjadi lebih kuat. Jauh berbeda sebelum kami hanya menjadi Anggota biasa, setelah kami mengikuti pelatihan khusus, kami menjadi bajingan-bajingan yang beruntung saat itu. "Setidaknya, walau kami belum bisa bermanfaat untuk orang banyak, tapi kami sudah bisa bermanfaat untuk diri kami sendiri."
Saat kami memegang SISPALA seutuhnya, kami berencana mengadakan pembekalan untuk anggota-anggota baru, dan rencananya kami akan mengadakannya di -Gunung Merapi Sumatera Barat. Namun, karena belum pernah kesana, kami memutuskan untuk mendaki lebih dulu, seminggu sebelum acara pembekalan dimulai.
Dalam perjalanan, dari kaki Merapi, Pesanggrahan, Parak Batuang, dan Tiba di Cadas -Batas Vegetasi, kesemua kejadian sudah pernah diceritakan oleh keempat temanku, sehingga, aku hanya melengkapi sedikit atau banyaknya yang mungkin terlewatkan. Mengingat aku tak begitu memiliki kisah epik dalam lembaran ini, tapi aku mencoba lebih mendetailkan secara umumnya saja.
Sesungguhnya, jika aku jadi ke puncak bersama Andre dan Nopeng, aku juga bakal memiliki kisah yang sama heroiknya. Karena, awal mulanya Aku yang berencana ke puncak bersama Andre, bukan Nopeng. Karena, saat itu orang yang sudah kelar mengisi perut cuma kami berdua, ketika Firman hendak makan pada trip pertama, Nopeng langsung menerobos tanpa Antrian. Pada saat inilah terjadi konflik saling tolak menolak mengambil air, dan akhirnya Aku dan Firman dan ditunjuk Uncu untuk mengambilnya.
Nopeng yang masih makan, terlihat tergesa-gesa lantaran melihat Andre yang sudah sibuk mengisi Ekstra Jos kedalam botol air minum. Akhirnya, begitu Andre sudah berjalan, Nopeng berlari menyusulnya. Aku dan Firman terpaksa harus turun sedikit mencari sungai untuk mengisi logistik air yang sudah menipis.
Sambil berbincang-bincang dengan Firman, akhirnya kami tiba dibibir sungai yang sangat jernih. Aku langsung turun dan mencuci muka, kucoba meminum airnya secara langsung, "Wussshhh" sejuk, nikmat dan sangat membantu mengurangi penatku berjalan selama beberapa jam dari semalam. Setelah Galon air terisi penuh, kami kembali ke Camp dan beristirahat seraya makan dan minum kopi di pagi yang cerah di Batas Vegetasi.
Ketika usai, aku berencana mengajak Uncu untuk naik, saat itu kami berniat untuk melihat -Telaga Warna yang ada di dekat Tugu 12. Tak ada terlintas untuk menaruh prasangka aneh terhadap teman-teman kami yang setelah diketahui beberapa jam kemudian telah hilang. Setibanya kami di Tugu Abel, kemungkinan besar Andre dan Nopeng berada di Pinggir tebing dekat lapangan. Ketika kami menuju puncak Merpati, dimungkinkan Andre dan Nopeng berada di Ladang Edelweis. Setelah itu kami lanjut ke Tugu 12 untuk melihat Telaga Warna. Saat tampak Kabut mulai muncul dari kejauhan, kami berjalan bersama Uncu menuju Puncak merpati, dan kami yakin saat itu Andre dan Nopeng masih berada di Ladang Edelweis. Setelah tampak kabut benar-benar berjalan seolah mengejar kami, kami berjalan secepatnya menuju Tugu Abel dan menunggu cukup lama disana. Menurut persamaan waktu, ketika kami menunggu di Tugu Abel, Andre dan Nopeng masih terlihat oleh beberapa pendaki yang lewat. Namun, karena mereka panik dan berputar-putar arah akhirnya mereka kembali di Tugu 12. Mereka tak bisa kembali ke Tugu Abel karena Jalan tertutup kabut, sehingga saat itu kondisi view yang benar-benar terbebas dari kabut tebal adalah TUGU 12. Disinilah awal mula mereka memutuskan untuk turun, karena menurut keterangan mereka berdua, jalan itu mirip dengan jalan turun ke cadas.
(*)
Berjam-jam kami menunggu, mereka tak juga kembali, sampai kami berprasangka bahwa mereka sudah turun dari tadi, namun tak terlihat.
"Mungkin mereka sudan turun, melihat acara di MALIBO"
Akhirnya kami turun dan mendirikan tenda, namun perasaan sudah mulai was-was, hingga akhirnya kami memutuskan untuk kembali kepuncak, dalam perjalanan inilah kami bertemu dengan bang Feri.
Setelah berdiskusi dengan bang Feri, Akhirnya kami tak jadi naik, lantaran kabut semakin gelap, dan hujan mulai turun. Kami kembali ke tenda dan tenda berhasil dipindahkan oleh Firman. Uncu marah besar saat itu, tapi aku kasihan juga melihat Firman dengan wajah tak berdosa.
Paginya kami turun ke pesanggrahan, niat ingin melapor, tapi pos penjagaan kosong. Berniat ingin lancang melihat buku register yang tertinggal, kami kaget karena Nama Andre dan Nopeng telah terbukti dinyatakan turun. Hal ini dibuktikan dengan -dicoretnya nama mereka dari daftar pendaki.
"Wah, mereka benar-benar sudah turun dari kemaren berarti ncu..."
"Oke, man, wan, kita lapor ke posko bawah dulu..." sambut uncu yang terlihat mulai panik.
Melihat kondisi itu, kami tak langsung senang. Justeru kami malah bingung, "mengapa nama kami dicoret juga?". Saat itu juga kami melapor ke Kantor Polisi setempat, dan laporan kami dibatalkan lantaran bukti buku register menyatakan bahwa Andre dan Nopeng sudah pulang hari kemaren.
Akhirnya, kami pulang ke Padang, istirahat sambil menunggu Acara MALIBO selesai. Setelah mereka pulang ternyata Andre dan Nopeng tak ada disana. Kami langsung ke rumah Andre dan Nopeng, saat itu Ibu Nopeng bilang mereka belum ada pulang. Dan saat itu juga kami kembali ke Merapi untuk melaporkan kejadian ini ke Sekretariat Bersama (SEKBER).
Orang tua Andre dan Nopeng belum tahu mereka hilang, sehingga kami meminta bantuan senior yang memiliki komunikasi bagus untuk berbicara pada orang tua mereka. Mendengar anaknya hilang, orang tua mereka langsung nangis histeris, aku tak tega melihatnya. Sungguh sangat pilu suasana saat itu.
Bersambung
Hari pertama, kedua, dan ketiga pencarian Andre dan Nopeng, kami masih menunggu kabar di posko tim SAR. Pada saat itu aku dimintai keterangan oleh seseorang yang berpakaian biasa dengan pengakuan seorang TNI. Saat aku ikut, aku dibawa ke Runang kosong korem di Padang Panjang. Sehari sesudah setiap kali di tanya-tanya oleh Polisi. Aku diinterogasi dan menceritakan kronologis awal sebelum hilangnya Andre dan Nopeng. Dan cerita yang kusampaikan itu-itu saja tanpa ada dikurang ataupun ditambah. Setelah itu mereka mengantarku kembali ke Posko SAR di kaki Merapi.
Setelah pencarian hari ke Empat, kami mendapat kabar bahwa Andre dan Nopeng tak mungkin selamat. Kami yang mendengar informasi itu, langsung terduduk tak bertenaga. Lemas seluruh tubuh yang kami topang. Namun, karena ada sedikit kata-kata penyemangat dari bang - Aling, kamipun kembali berfikiran positif, bahwa "Dua Berandal itu pasti Selamat".
Semua tak terlepas dari izin Allah SWT, di hari Sabtu pagi menjelang siang mereka diinformasikan bahwa ada yang menelepon, keluarga dari Padang yang menyatakan mereka masih hidup dan dalam keadaan selamat. Mendengar info itu, Posko kami melakukan konfirmasi ke Posko setempat yang membenarkan informasi dari mereka.
Akhirnya mereka segera dilarikan ke RS Bukittinggi, dan saat itu kami berselisih dengan mobil Ambulance yang membawa Andre dan Nopeng. Uncu dan Firman langsung menyusul dengan pihak keluarga, sementara aku, naik bersama rombongan SMA 7. Tapi sungguh malang, Mobil yang aku kira akan bertujuan ke RS Bukittinggi tempat Andre dan Nopeng dibawa, justeru belok ke arah kiri menuju Padang. "Aduuhh, aku salah naik kendaraan...,sial!"
Tapi, aku sudah bisa tersenyum bahagia karena kedua temanku Andre dan Nopeng berhasil selamat dari cengkraman maut.
(*)
"Thanks to Allah SWT"
Buat ccerita baru lagi gan :)
BalasHapusharus menarik oke
wah menarik ceritanya, walaupun saya langsung baca ke bagian akhir sudah dibikin seru sama konteks ceritanya.
BalasHapusbtw, bikin cerita yang menarik lagi :D
ceritanya cukup menarik..
BalasHapusditunggu next cerita nya ya ...
Kenapa tidak pakai Google map atau petunjuk Kompas saja biar cepat ketemu? Haha
BalasHapus@Sifaul Karna tidak ada sinyal toh...
BalasHapusmantap gan, keren ceritanya ditunggu next postnya
BalasHapusmantap ,makin seram aja hihih
BalasHapusSaya suka nih cerita seperti ini, walaupun baru baca di part ini tapi feelnya ngena banget.. jadi penasaran baca dari awal
BalasHapusakhirnyaa final juga, mantep bro ceritanya ,, cerita pewayangan bro bagus kayaknya hehe,, mengenalkan juga ke dunia
BalasHapusakhirnya sampe di final, ceritanya menarik. bikin kebawa suasana.
BalasHapusditunggu cerita yang lainnya bro
Jadi endingny gini toh gan...lanjutin buat ceritanya lgi yah
BalasHapusserem juga gan, tapi menarik ini cerita agan. Saya harus baca dari part 1 nih (y)
BalasHapus