Kongres Perempuan Indonesia III 1938 di Bandung memutuskan 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. (via Tribunnews.com) |
Setiap tahun kita memperingati Hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember. Mengapa tanggal tersebut yang dipilih sebagai hari Ibu? Bagaimana peristiwa sejarah yang melatarbelakangi tercetusnya Hari Ibu nasional?
Ternyata Hari Ibu diwujudkan untuk mengenang perjuangan pergerakan perempuan yang berlangsung pada tanggal 22 Desember 1928 di sebuah gedung bernama Ndalem Joyodipuran milik Raden Tumenggung Joyodipoero.
Di gedung yang kini menjadi kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional di Yogyakarta, para perempuan mulai menyuarakan pendapatnya dalam sebuah forum yang resmi.
Selain menjadi momen penghargaan kepada para ibu, Hari Ibu Nasional juga menjadi peringatan kiprah pejuang wanita Tanah Air dalam membangun kesadaran bernegara.
Hal ini mengingat di era penjajahan, perempuan Indonesia memang tak mendapatkan haknya dengan baik. Mereka ditindas oleh penjajah, kesempatan mengenyam pendidikan sangat terbatas, serta mendapat perlakuan yang tak manusiawi.
Pada era 1910-an, berbagai organisasi pergerakan di Indonesia mulai bermunculan. Kaum perempuan juga mulai berani berkumpul, berorganisasi dan menyatakan pendapat.
Maka kongres perempuan 1 menjadi momentum untuk menyuarakan pentingnya hak-hak perempuan Indonesia dalam forum resmi.
Dinukil dari berbagai sumber, berikut sejarah singkat ditetapkannya tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu nasional.
Sejarah Hari Ibu Nasional Tanggal 22 Desember
Melansir situs Liputan6.com, sejarah Hari Ibu di Indonesia dimulai adanya pertemuan dalam Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22-25 Desember 2028 di Yogyakarta.
Di Indonesia, organisasi perempuan sudah dirintis sejak tahun 1912 yang diinisiasi oleh M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain.
Kemudian pada 2028 dilangsungkan kongres perempuan pertama Indonesia yang diikuti 30 organisasi perempuan dari 12 kota di wilayah Jawa dan Sumatera, dimana terdapat sekitar 1000 orang perempuan berkumpul dalam kongres itu.
Kongres tersebut bertujuan untuk menyatukan visi dan misi memajukan perempuan di Indonesia.
Berbagai isu mengenai pembangunan bangsa, keikutsertaan perempuan dalam upaya meraih kemerdekaan, masalah perdagangan anak dan wanita, perbaikan gizi, dan kesehatan bagi ibu dan balita, hingga pernikahan usia dini jadi pokok pembahasan kala itu.
Salah satu hasil kongres perempuan adalah dibentuknya badan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Tak pelak, berlangsungnya kongres perempuan pertama tersebut menjadi tonggak sejarah penting yang menandai perjuangan kelompok wanita di Indonesia.
Pasalnya, pemimpin organisasi perempuan dari berbagai daerah turut hadir untuk menyatukan pemikiran kritis dalam rangka mendukung kemajuan bangsa.
Titik awal tersebut membuat Kongres Perempuan Indonesia III tahun 1938 memutuskan Hari Ibu akan diperingati setiap tanggal 22 Desember.
Pada 1953, Hari Ibu ke-25 dirayakan secara meriah di kurang lebih 85 kota di Indonesia.
Presiden Soekarno pun akhirnya meresmikan Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember melalui Dekrit Presiden No. 315 Tahun 1959.
Sejak saat itu, Hari Ibu tanggal 22 Desember diperingati dan dirayakan secara nasional hingga saat ini.
Menurut buku Sejarah SMP Kelas VIII tulisan Anwar Kurnia dan Moh. Suryana, 22 Desember sebetulnya adalah hari lahir Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI) yang kemudian namanya diubah menjadi Perhimpunan Istri Indonesia (PPII).
Kongres Perempuan sendiri diadakan selama tiga kali, yaitu :
- Kongres Perempuan Indonesia I diadakan pada 22 Agustus 1928 di Yogyakarta.
- Kongres Perempuan II dilaksanakan di Jakarta pada 20-24 Juli 1935 dan dipimpin oleh Ny. Sri Mangunsarkoro.
- Kongres Perempuan III diadakan pada 23-28 Juli 1938 di Bandung dan dipimpin Ny. Emma Puradireja.
Menurut buku berjudul Sejarah Organisasi Perempuan Indonesia 1928-1998 karya Mutiah Amini, dikutip dari Detik.com, penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu nasional ternyata dilakukan dalam Kongres Perempuan Indonesia yang ketiga di Bandung.
Penetapan tanggal 22 Desember tersebut dipilih karena para tokoh perempuan Indonesia kala itu melihat tanggal ini sebagai tonggak terbentuknya persatuan perempuan. Artinya, para perempuan mulai sadar atas keadaannya, kewajibannya, dan kedudukannya di Indonesia.
Dikutip dari Suara.com, peringatan hari ibu nasional ditetapkan berdasarkan hasil kongres Perempuan Indonesia ke-3 di Bandung pada 23 hingga 27 Juli 1938 oleh Komite Perlindungan Kaum Perempuan dan Anak-anak Indonesia (KPKPAI).
Hasilnya, atas usul dari Perkumpulan Istri Indonesia ditetapkana bahwa 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu.
Keputusan lain pada kongres ini adalah gagasan menyusun Undang-undang Perkawinan untuk umat Islam berdasarkan saran dari Maria Ulfah.
Maria Ulfah saat itu menjadi Ketua Sekretariat sekaligus Direktur Kabinet Perdana Menteri sejak 19 Agustus 1947 hingga September 1962.
Ia mengetahui bahwa ada usulan kepada Dewan Menteri untuk menetapkan hari-hari nasional bersejarah.
Lantaran Hari Ibu 22 Desember ada kaitannya dengan Hari Sumpah Pemuda, maka Maria Ulfah mengadakan rapat kilat Sekretariat Kongres Wanita Indonesia dan memajukan usul ke Dewan Menteri supaya Hari Ibu disederajatkan dengan Hari Sumpah Pemuda.
Usul tersebut diterima dan dengan Surat Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 Hari Ibu dijadikan Hari Nasional Bersejarah, bukan hari libur.
Sama seperti Hari Kebangkitan Nasional dan lain-lain. Sejak itu Hari Ibu diperingati secara nasional, bukan di kalangan kaum ibu saja.
Nah, itulah sekilas tentang peristiwa sejarah yang melatarbelakangi tercetusnya Hari Ibu yang kini diperingati pada tanggal 22 Desember setiap tahun, yang wajib diketahui oleh generasi muda Indonesia.
Posting Komentar untuk "Mengenal Sejarah Hari Ibu Yang Diperingati Setiap Tanggal 22 Desember"